bannerchingtu

SESUATU YANG BESAR TIDAK MUNGKIN DICAPAI TANPA SEMANGAT YANG BESAR (Anonymous) HAL YANG PALING MENGERIKAN DI DUNIA INI IALAH KEADILAN YANG DIPISAHKAN DARI CINTA KASIH (Francois Mauriac) PADA SETIAP KEBAIKAN TERLETAK SEGALA BENTUK KEBIJAKSANAAN (Euripides) MENGAJAR SAMA DENGAN BELAJAR (Pepatah Jepang) ORANG LAIN AKAN MENGAKUI KEMAMPUANMU SETELAH KAMU MEMBUKTIKANNYA (Bob Edwarda) PANDAI MENUTUP MULUT ADALAH CERMIN KEPANDAIAN SESEORANG (Schopenhaver) ILMU PENGETAHUAN PADA MASA MUDA AKAN MEMBUAT ORANG MENJADI BIJAKSANA PADA HATI TUA (Anonymous) BADAI MEMBUAT PEPOHONAN MEMPERDALAM AKARNYA (Laude McDonald) SUMBER KEKUATAN BARU BUKANLAH UANG YANG BERADA DALAM GENGGAMAN TANGAN BEBERAPA ORANG, NAMUN INFORMASI DI TANGAN ORANG BANYAK (John Naisbitt) THE MORE YOU SWEAT IN TRAINING, THE LESS YOU BLEED IN BATTLE (Armed Forces Motto)  SEORANG JUARA IALAH YANG MAMPU BANGUN KETIKA IA TAK MAMPU (Jack Dempsey KEGEMBIRAAN AKAN DATANG SETELAH KESUSAHAN (Guillaume Apollina'ire KEJUJURAN ADALAH BATU PENJURU DARI SEGALA KESUKSESAN. PENGAKUAN ADALAH MOTIVASI TERKUAT (May Kay Ash KEPEMIMPINAN ADALAH ANDA SENDIRI DAN APA YANG ANDA LAKUKAN (Frederick Smith)  RAJIN ADALAH OBAT MUJARAB (Al-Ghazali KEINDAHAN TERDAPAT DALAM KEJUJURAN (Schiller THOSE WHO ARE AFRAID TO FALL, WILL NEVER FLY (Anonymous

imlek2024

ULAMBANA/ CIOKO

Pada bulan 7 perhitungan Candra sengkala/Imlek, di Vihara-Vihara Agama Buddha Mahayana selalu diadakan upacara perayaan Ulambana, yang dikenal dengan istilah sembahyang Cioko (Hok Kian), Cautu (Mandarin), atau yang dikenal juga dengan istilah sembahyang rebutan bagi kaum peranakan. Untuk itu, marilah kita mengetahui dengan jelas sejarah Upacara Ulambana ini diadakan dalam setiap tahun. Berdasarkan kitab suci, Upacara Ulambana ini ada, karena 3 peristiwa di bawah ini, yaitu:

1.Sejarahdisebut juga Hari Kathina Arya Sangha atau Hari berbakti umat kepada Sangha disebut Hari Sangha.

2.Maha Bhiksu Maugalyayana membuka pintu neraka untuk menolong ibundanya yang menderita di alam neraka.

3.Maha Bhiksu Ananda bertemu makhluk alam neraka yang merupakan manifestasi Avalokitesvara Bodhisatva.

1.Sejarah Varsa disebut juga Hari Kathina Arya Sangha atau Hari Berbakti umat kepada Sangha disebut Hari Sangha

Masa Varsa adalah suatu periode waktu yaitu selama 3 bulan, yang digunakan oleh para Bhiksu untuk secara mendalam membina diri di suatu tempat.

Cara menghitung masa varsa dapat ditinjau dari 2 sisi yaitu:

  • Menurut tradisi MAHAYANA

Dimulai dari tanggal 15 bulan 4 hingga tanggal 15 bulan 7 penanggalan lunar. Selama 3 bulan Arya Sangha membina diri secara total di dalam Dharma dan Vinaya.

Tanggal 15 bulan 7 hingga tanggal 15 bulan 8 penanggalan lunar (1 bulan) merupakan hari bergembira menyambut kemenangan para Arya Sangha membina diri kembali secara total

  • Menurut tradisi THERAVADA

Cara menghitung menurut Tradisi Theravada ialah 40 hari setelah Waisak, yang disebut Hari Asadha, dan selama tiga bulan (Varsa/Vasa) setelah Hari Asadha, yang disebut Hari Kathina (Hari Kathina versi Mahayana disebut Kathina kesatu). Perbedaanya dengan versi Mahayana hanya 40 hari.

Meskipun terdapat perbedaan tersebut, namun mempunyai makna dan sejarah yang sama, yaitu:

Pada zaman Hyang Buddha, selama 9 bulan para Arya Sangha berkelana dari satu tempat ke tempat yang lain sambil membina diri dan menyebar-luaskan ajaran Buddha kepada manusia maupun makhluk-makhluk lainnya yang berjodoh dan menerima ajaran Buddha.

Perlu diketahui, di Negara India ada suatu tempat yang memiliki 4 musim, yaitu musim panas, semi, hujan dan dingin, dan ada pula suatu daerah yang memiliki 3 musim, yaitu musim panas, hujan dan dingin. Dikala musim panas, demikian panasnya bisa mencapai lebih dari 44 derajat, sehingga tanah menjadi retak, tumbuh-tumbuhan dan serangga banyak yang mati atau bersembunyi di dalam sarangnya.

Dimusim hujan, tumbuh-tumbuhan mulai bersemai dan binatang-binatang mulai ke luar dari sarangnya.

Saat itu sekitar 1250 bhiksu keluar bersama-sama, sehingga tanpa disengaja mereka menginjak tanaman yang baru bersemai ataupun binatang-binatang kecil yang baru ke luar dari sarangnya.

Melihat hal ini Maha Upasaka Anathapindada (S) / Andhanapindikha(P) – Maha Donatur Hyang Buddha, yang memegang peranan cukup penting sekali dalam membantu perkembangan Agama Buddha, khususnya dalam rangka membantu, mendukung, menjaga para anggota Sangha – memohon kepada Hyang Buddha untuk menetapkan peraturan, agar para Bhiksu selama musim hujan, selama 3 bulan, jangan pergi kemanapun, dengan maksud agar tidak merusak tanaman yang baru bersemai dan tidak mematikan kesempatan binatang-binatang kecil untuk hidup.

Demi Matri-Karuna, Hyang Buddha menetapkan peraturan yang disebut Varsa (S) atau Vassa (P), yang isinya agar pada musim hujan, selama 3 bulan, para bhiksu tidak pergi kemana-mana, hidup bersama membina diri dengan pedoman Dharma dan Vinaya dan melaksanakan kode etik 6 sikap kerukunan yaitu:

1.Saling hormat-menghormati sesuai kedudukan dan tanggung jawab

2.Dalam berbicara menjaga sikap, tidak saling menjatuhkan

3.Bersama-sama memotivasikan pikiran untuk maju

4.Bersama-sama mempelajari, menghayati dan melaksanakan Dharma dan Vinaya dalam kehidupan sehari-hari

5.keuntungan dinikmati bersama

6.Ada masalah dimusyawarahkan bersama-sama dan mengambil keputusan yang terbaik.

Enam kode etik untuk persatuan dan kesatuan, yang diajarkan Hyang Buddha, dapat menjadi pedoman setiap keluarga, organisasi, ataupun Negara.

Dalam masa Varsa ini, umat mengantarkan dan menyediakan: makanan, pakaian, tempat tinggal, obat-obatan, lain-lain keperluan sangha sehari-hari,.dengan maksud agar dalam membina diri para bhiksu tidak perlu memikirkan kebutuhan sehari-harinya.

Varsa merupakan pula hitungan tingkat kesucian kebhiksuan. Saat para bhiksu menjalankan masa Varsa mereka berkumpul untuk lebih menghayati Buddha Dharma secara bersama (rohani). Selesai masa varsa, bulan 7 tanggal 15 imlek, banyak bhiksu yang mencapai tingkat kesucian, antara lain Srota-apanna, Sakrdagamin, Anagamin, Arhat. Para umat menyambut dengan suka cita selesainya varsa (bertapa) para Bhiksu, dengan ,memberikan dana dan memohon doa kepada Sangha, yang disebut dengan istilah upacara Kathina Puja atau upacara mempersembahkan dana kebutuhan hidup para Bhiksu Sangha.

2.Maha Bhiksu Maugalyayana membuka pintu neraka untuk menolong ibundanya yang menderita di alam neraka

Pada suatu ketika, di dalam masa varsa, yaitu di bulan 7 tanggal 7 penanggalan lunar, Yang Arya Maha Bhiksu Arhat Maugalyayana(S)/ Monggalana (P) – salah seorang dari 10 siswa besar Hyang Buddha yang telah mencapai Arhat dalam masa varsa dan terkenal akan kesaktiannya di dalam meditasinya, terkenang ibundanya yang telah meninggal dunia. Dengan kesaktian seorang Arhat, beliau dapat melihat ibundanya sedang mengalami derita siksaan di alam neraka Avicci. Para makhluk di alam itu mempunyai bentuk kepala besar dan perutnya busung, sedang lehernya kecil, anggota badannya kurus kering. Mereka sangat menderita kepanasan. Untuk hidup tidak bisa dan matipun tidak bisa, hidup-hidup terpanggang akibat karma buruk yang telah dilakukan semasa masih hidup.

Didorong oleh rasa bakti seorang anak dan keinginannya untuk membalas budi, maka dengan kesaktiannya, Arhat Mougalyayana membuka pintu neraka dan berusaha menolong ibundanya, tetapi semua usahanya sia-sia belaka. Seluruh makanan yang diberikan ketika sampai di mulut ibundanya selalu berubah menjadi batu bara api, demikian pula dengan minuman yang diberikan juga berubah menjadi air raksa.

          Melihat hal ini, Arhat Maugalyayana menghadap kepada raja Neraka (Yama Dipati), memohon pertolongan untuk menolong penderitaan ibunda­nya. Raja Neraka berkata, bahwa hanya seorang Samyaksambuddha yang dapat menolong atau memberikan jalan, agar para makhluk di alam neraka terbebas dari penderitaan.

Akhirnya Arhat Maugalyayana kembali ke dunia dan menemui gurunya, Sakyamuni Buddha (pada waktu itu bulan 7 tanggal 13). Dengan penuh sujud beliau memohon petunjuk dan pertolongan gurunya. Sakyamuni Buddha dengan penuh welas asih memberi petunjuk kepada siswa- Nya, bahwa semasa hidupnya ibunda Maugalyayana banyak melakukan perbuatan buruk, sehingga saat ini terlahir di neraka avicci.

Untuk dapat menolongnya, pada akhir masa varsayaitu bulan 7 tanggal 15 penanggalan lunar, salah seorang keluarganya harus timbul rasa bakti dan ingin menolong almarhum/mah dengan memberikan dana kepada Sangha, lalu dengan penuh sujud mengundang Sangha untuk membaca kitab suci Hyang Bud­dha, dan memohon Sangha menyalurkan pahala tersebut untuk menolong ibundanya.

Arhat Maugalyayana sangat gembira mendengar petunjuk gurunya. Dengan penuh sradha bhakti, ia segera melaksanakan petunjuk gurunya. Setelah pindapatra beberapa hari, dan menyimpan hasilnya, kemudian beliau memberikan hasil pindapatranya kepada Arya Sangha termasuk kepada gurunya, Sakyamuni Buddha, serta memohon diadakan penyaluran jasa dan pahala oleh Arya Sangha. Pada saat itu Hyang Buddha memimpin langsung penyaluran jasa tersebut. Jasa dan pahala dari upacara tersebut dilimpahkan kepada ibunda Arhat Maugalyayana serta para makhluk lainnya yang berjodoh untuk menolongnya bebas dari penderitaan alam neraka.

Sewaktu upacara ini berlangsung, api neraka seketika menjadi padam (arti dari Gatha Yang Che Cing Sui). Suasana neraka yang panas menjadi sejuk, pada saat itu makhluk- makhluk di alam neraka terbebas dari penderitaannya dan tubuh ibunda Arhat Maugalyayana langsung terbelah tujuh, ia tumimbal lahir ke alam yang lebih baik. Upacara ini bukan hanya berhasil menolong ibunda Arhat Maugalyayana saja, tetapi juga berhasil menolong makhluk- makhluk yang berjodoh di neraka.

Karena demikian besar manfaatnya tersebut, maka sampai sekarang upacara tersebut masih terus diselenggarakan setiap setahun sekali. Tradisi dari penyelenggaraan upacara ini merupakan salah satu cara melestarikan ajaran Hyang Bud­dha, membalas budi dan menolong para makhluk di alam Samsara,yaitu Alam Neraka dan Alam setan gentayangan.

Oleh karena semangat dari Ulambana adalah menolong para makhluk yang sengsaramaka dikemudian hari oleh para sesepuh Bhiksu Sangha Mahayana dikembangkan dengan mengan­jurkan para umat yang mampu untuk memberikan sedekah (Dana paramita) kepada fakir miskin. Sehinggasampai saat sekarang terlihatlah saat tiba bulan 7 para umat menyisihkan uangnya untuk memberikan sumbangan beras, sandang pangan lainnya yang kemudian disalurkan oleh para pengurus vihara kepada fakir miskin dan anak yatim -piatu.

3.Maha Bhiksu Ananda bertemu makhluk alam neraka

Pada suatu hari di dalam masa Varsa, Ananda, yang merupakan salah seorang siswa Hyang Bud­dha, ketika melatih diri memasuki lautan samadhi, tiba-tiba dia melihat satu makhluk aneh yang sangat buruk rupanya; kepala dan perutnya besar tetapi lehernya kecil seperti jarum, dari ketujuh lubang (mata, hidung, telinga, dan mulut) mengeluarkan asap. Ananda lalu bertanya pada makhluk tersebut, “Siapakah engkau dan kenapa engkau datang kemari?”

Makhluk tersebut menjawab, “Ananda, dulu aku adalah seorang manusia seperti Anda. Tetapi, akibat perbuatanku yang buruk, setelah meninggal dunia, aku tumimbal lahir di alam Neraka Apaya. Keadaanku penuh dengan derita dan sangat menyedihkan. Tolonglah aku!”

Ananda merasa kasihan dan hatinya tergerak oleh perasaan welas asih untuk menolong dan meringankan penderitaan makhluk tersebut. Tetapi, berbagai usaha yang dilakukan untuk menolong makhluk tersebut sia-sia belaka. Sehingga, pada akhirnya makhluk tersebut meminta Ananda untuk memohon petunjuk pada gurunya, Sakyamuni Buddha, agar Beliau mau menolong makhluk-makhluk yang men­derita seperti dirinya.

Setelah Ananda berjanji akan memohon petunjuk dari gurunya untuk menolong semua makhluk yang menderita, makhluk tersebut lenyap dari hadapan Ananda setelah mengucapkan terima kasih.

Kemudian Ananda meng­hadap Sakyamuni Buddha dan menceritakan semua penga­lamannya, serta memohon agar Beliau berkenan memberi petunjuk bagaimana cara yang benar untuk menolong dan meringankan penderitaan makhluk-makhluk di tiga alam sengsara.

Setelah mendengar kisah Ananda, dengan penuh welas asih Hyang Buddha bersabda : “Oh, Ananda, makhluk yang engkau lihat di alam meditasi tersebut sebenarnya adalah penjelmaan dari Avalokitesvara Bodhisattva. Berkat welas asih-Nya yang tak terhingga terhadap semua makhluk, Dia datang menampakkan diri dalam wujud seperti itu, agar hatimu tergerak untuk menolong mereka dan memohon petunjuk dari-Ku. Peristiwa ini juga untuk mengingatkan umat manusia, agar tidak berbuat Akusala Karma/ karma buruky sehingga tidak terjatuh ke tiga alam sengsara.”

Kemudian Hyang Buddha mengajarkan Ananda cara untuk menolong dan meringankan penderitaan makhluk-makhluk di tiga alam sengsara.

Ananda merasa sangat gembira dan berkata, “Sungguh suci dan mulia Avalokitesvara Bodhisattva. Berkat welas asih-Nya yang luar biasa, terbukalah pintu Dharma bagi mereka di tiga alam sengsara. Guru, demi kebahagiaan semua makhluk, babarkanlah Dharma agar semua makhluk di tiga alam sengsara dapat diringankan penderitaannya. ”

Kemudian Hyang Buddha menganjurkan kepada Arya Sangha agar setelah selesai menjalankan masa varsa mengadakan upacara Ulambana/ cioko guna menolong mereka yang tumimbal lahir di tiga alam sengsara.

Ketiga hal tersebut diataslah yang menjadi dasar bagi umat Buddha Mahayana dalam melaksanakan upacara Ulam­bana, yaitu setiap bulan ke-7 sistem penanggalan lunar.

Upacara Ulambana biasanya diadakan mulai tanggal 15 bulan 7 sistem penanggalan lunar sampai akhir bulan 7 tersebut. Puncak penutupan upacara jatuh pada tanggal 29 atau 30 bulan ke 7, yang juga merupakan hari Kebesaran Ksitigarbha Bodhisatva (Ti Cang Wang Po Sat).

Berdasarkan Kitab Suci, pelaksanaan Ulambana harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1.Upacara harus dipimpin sekurang-kurangnya lima orang anggota sangha.

2.Dalam melakukan upacara harus ada anak yang berbakti.

3.Anak tersebut harus mau menjalankan keprihatinan dengan melakukan ciacay / vegetarian selama 1 hari atau 3 hari atau seminggu.

4.Upacara harus dilengkapi dengan sarana puja yang terdiri dari: 5 macam buah, nasi, 6 macam sayur kering/matang, 6 macam manisan, 5 macam cairan/minuman, hio, bunga segar, lilin atau penerangan, dan lain-lain.

Makna Perayaan Hari Ulambana

1.Membalas budi kepada almarhum/mah.

2.Memberi sedekah, memberi makan, dan membalas budi kepada orang tua serta leluhur yang telah meninggal dunia.

3.Menjalankan cinta kasih dan kasih sayang Hyang Buddha untuk menolong para makhluk.

4.Mengundang arya sangha atau para Suhu untuk membacakan kitab suci pengampunan dosa dan ayat-ayat kitab suci Jalan Menuju Surga Sukhavati, agar semua makhluk yang berjodoh dapat tumimbal lahir di alam yang lebih baik atau tumimbal lahir di Surga Sukhavati.

5.Memberikan dana puja / kathina kepada Arya Sangha/ bhiksu.

6.Memberikan sedekah kepada fakir miskin.

KEWAJIBAN UMAT BUD­DHA YANG SALEH DI BULAN ULAMBANA

Sebagai umat Buddha Mahayana yang saleh, pada upacara Ulambana ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dilakukan, yaitu:

1.Membantu orang tua atau sanak saudara yang telah meninggal dunia dengan memberi sedekah dan memohon Arya Sangha melakukan upacara suci Ulambana. Jasa pahala dari membaca kitab suci tersebut, secara umum dilimpahkan untuk kebahagiaan semua makhluk di alam sengsara-alam neraka dan alam setan gentayangan — dan secara khusus untuk sanak keluarga kita yang telah meninggal dunia.

2.Memberikan dana kepada Arya Sangha di Vihara, baik berupa sandang, pangan, papan, obat-obatan, beras dan lain-lain. Dalam upacara itu, dana tersebut akan diberikan kembali kepada fakir miskin, anak yatim piatu, atau orang- orang yang membutuhkan, dengan maksud memberikan bibit kebahagiaan kepada o- rang-orang yang kurang mampu tersebut, agar pada kehidupan selanjutnya bisa menjadi lebih baik. Tentu selaku orang yang miskin, yang menerima bibit berkah ulambana (beras) tersebut, harus membangkitkan tekad, agar setelah mereka mampu kelak pada upacara Ulambana tahun berikutnya juga ikut menjadi donatur, walaupun jumlahnya hanya sedikit.

3.Beramal kepada fakir miskin dan mendoakan mereka untuk memperoleh keberuntungan dan kebahagiaan.

4.Mencetak kitab suci

5.Introspeksi, membina diri dengan berpedoman pada Ajaran Hyang Buddha, membangkitkan Bodhicitta dengan senantiasa senang berbuat baik dan timbulkan rasa menyesal dan bertobat atas perbuatan karma buruk yang baru. Selain itu, mau melakukan ciacay/vegetarian, tekun berBuddha Smrti, membaca sutra dan mantra untuk disalurkan kepada para leluhur, agar dapat tumimbal lahir di Surga Sukhavati.

Demikianlah penjelasan singkat tentang sejarah, manfaat dan arti daripada upacara Ulambana, yang hingga sekarang, pada setiap bulan 7 penanggalan lunar masih diselenggarakan, sebagai persembahan makanan kepada para makhluk yang telah meninggal dunia dan untuk menolong merekabaik yang masih mempunyai hubungan keluarga maupun yang tidak ada hubungan keluarga, agar memperoleh makanan yang telah diberkahi dan dapat tumimbal lahir di alam yang lebih baik lagi, bahkan mungkin dapat terlahir di alam Surga Sukhavati. *****

Add comment


Security code
Refresh