bannerchingtu

SESUATU YANG BESAR TIDAK MUNGKIN DICAPAI TANPA SEMANGAT YANG BESAR (Anonymous) HAL YANG PALING MENGERIKAN DI DUNIA INI IALAH KEADILAN YANG DIPISAHKAN DARI CINTA KASIH (Francois Mauriac) PADA SETIAP KEBAIKAN TERLETAK SEGALA BENTUK KEBIJAKSANAAN (Euripides) MENGAJAR SAMA DENGAN BELAJAR (Pepatah Jepang) ORANG LAIN AKAN MENGAKUI KEMAMPUANMU SETELAH KAMU MEMBUKTIKANNYA (Bob Edwarda) PANDAI MENUTUP MULUT ADALAH CERMIN KEPANDAIAN SESEORANG (Schopenhaver) ILMU PENGETAHUAN PADA MASA MUDA AKAN MEMBUAT ORANG MENJADI BIJAKSANA PADA HATI TUA (Anonymous) BADAI MEMBUAT PEPOHONAN MEMPERDALAM AKARNYA (Laude McDonald) SUMBER KEKUATAN BARU BUKANLAH UANG YANG BERADA DALAM GENGGAMAN TANGAN BEBERAPA ORANG, NAMUN INFORMASI DI TANGAN ORANG BANYAK (John Naisbitt) THE MORE YOU SWEAT IN TRAINING, THE LESS YOU BLEED IN BATTLE (Armed Forces Motto)  SEORANG JUARA IALAH YANG MAMPU BANGUN KETIKA IA TAK MAMPU (Jack Dempsey KEGEMBIRAAN AKAN DATANG SETELAH KESUSAHAN (Guillaume Apollina'ire KEJUJURAN ADALAH BATU PENJURU DARI SEGALA KESUKSESAN. PENGAKUAN ADALAH MOTIVASI TERKUAT (May Kay Ash KEPEMIMPINAN ADALAH ANDA SENDIRI DAN APA YANG ANDA LAKUKAN (Frederick Smith)  RAJIN ADALAH OBAT MUJARAB (Al-Ghazali KEINDAHAN TERDAPAT DALAM KEJUJURAN (Schiller THOSE WHO ARE AFRAID TO FALL, WILL NEVER FLY (Anonymous

imlek2024

Saddharma Pundarika Sutra (妙法蓮華經) Bab 03 Perumpamaan

Bab 03

Perumpamaan

03

Pada saat itu Sariputra dengan gembira bangkit dari duduknya dan dengan tangan terkatup, memandang Sang Buddha, seraya berkata: “Mendengar suara Dharma Yang Maha Agung, hati kami diliputi rasa suka cita karena telah memperoleh apa yang belum kami peroleh sebelumnya. Semenjak dahulu, kami mendengar para Bodhisatva memperoleh ramalannya. Sedang kami sendiri tidak diberi ramalan demikian. Oleh karenanya kami bersedih, kiranya kami telah kehilangan kebijaksanaan Buddha.

“Yang Maha Agung! Senantiasa aku berdiam sendirian dibawah pepohonan hutan. Baik duduk maupun berjalan senantiasa aku merenungkan demikian: ‘Kami bersama-sama telah memasuki Dharma. Namun mengapa Sang Tathagata membina kami dengan Kendaraan Kecil. Ternyata ini hanyalah kesalahan kami sendiri, dan bukanlah salahnya Sang Buddha. Karena bila kami sabar menunggu, maka Beliau akan menceramahkan Dharma Anuttara-Samyak-Sambodhi yang tiada tara itu; Beliau akan membina kami dengan Kendaraan Besar. Sebelumnya kami tak mengerti bahwa Sang Buddha mengajar sesuai dengan apa yang tepat, maka semula ketika kami mendengarkan Dharma Kendaraan Sravaka yang disabdakan Sang Buddha, dengan segera kami menerimanya, dan menganggap diri sendiri telah mencapai yang mutlak.

“Yang Maha Agung! Semenjak dahulu, baik siang maupun malam, senantiasa aku mencela diriku sendiri. Namun kini kami telah mendengar apa yang belum kami dengar sebelumnya, dan segenap keraguan kami telah sirna, sehingga kami tenteram baik raga maupun jiwa. Hari ini, kami mengetahui bahwa kami sesungguhnya adalah putera Buddha. Lahir dari ajaran Buddha. Dibina oleh DharmaNya. Memperoleh bagian Dharma.”

Kemudian Sariputra berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah ia dengan syair:

Mendengar suara Dharma Sang Buddha,

Kami memperoleh apa yang belum kami peroleh sebelumnya.

Hati kami penuh rasa bahagia, diliputi rasa suka cita yang amat.

Segenap keraguan kami telah lenyap.

Semenjak dahulu, kami belum kehilangan Kendaraan Besar.

Suara Buddha sungguh langka, dapat membebaskan

para mahluk dari segenap kebelengguannya.

Berkat ajaran Sang Buddha,

Aku telah mencapai tingkat Arahat yang tak tercela,

dan segala kebelengguanku telah berakhir.

Dahulu kala, ketika aku berkediaman di pengunungan hutan

baik duduk maupun berkelena senantiasa aku merenungkan:

‘Kami juga adalah putera-putera Buddha,

bersama-sama telah mencapai tingkat Arahat yang tiada cela.

Mengapakah kami tidak memperoleh kebijaksanaan Sang Buddha?

Tubuh keemasan, 32 tanda kemuliaan, 10 kesaktian dan 8 kebebasan;

Semua ini tersimpul dalam Satu Ajaran,

tetapi mengapa belum kami memperolehnya juga?

Bahkan ke 80 tanda keluhuran dan ke 18 sifat khusus;

Apakah aku telah kehilangan semua manfaat itu.’

Saat aku menyendiri baik duduk maupun berdiri,

senantiasa ku renungkan akan hal ini.

Sang Buddha dengan kemasyhuranNya di 10 penjuru alam semesta,

menceramahkan Dharma dan memberi manfaat

yang melimpah ruah bagi segenap mahluk.

Kiranya aku telah kehilangan kesempatanku dan tertipu oleh Buddha.

(Sariputra berkehendak menjadi Buddha)

Sepanjang malam, ku renungkan terus akan hal ini.

Ingin ku tanyakan kepada Beliau,

‘Apakah aku telah kehilangan kesempatanku untuk menjadi Buddha?’

Senantiasa aku saksikan Sang Buddha memuji para Bodhisatva.

Siang dan malam ku renungkan terus akan hal ini.

Manakah bagianku (ramalan)?

Ketika mendengar suara Sang Buddha, Aku mulai menyadari

bahwa Beliau mengajar sesuai dengan apa yang tepat.

Pada semula, Beliau mengajar siswa-siswa SravakaNya,

membina dan membimbing mereka memasuki Nirvana.

Pada awalnya, Aku terjerat pada pandangan keliru,

menjadi Guru bagi para Brahmana.

Oleh karenanya, Sang Buddha mengajarkan Nirvana kepadaku

agar aku menjauhi pandangan keliru ku,

dan dengan segera memperoleh kebebasan.

Namun sekarang telah ku sadari bahwa itu

bukanlah kemokshaan yang sesungguhnya.

Bilamana seseorang telah mencapai KeBuddhaan,

maka akan diperolehnya 32 tanda kemuliaan,

dimuliakan oleh para dewata, manusia, yaksha, naga dan sebagainya.

Dengan demikian, barulah boleh dikatakan telah mencapai yang mutlak.

Sang Buddha dihadapan para mahluk

telah menyatakan bahwa aku kelak menjadi Buddha.

Setelah mendengarnya, segenap keraguanku telah sirna.

Pada awalnya, ketika mendengar Buddha menceramahkan Dharma,

dalam hatiku timbul kekhawatiran dan keraguan.

Mungkinkah Mara (Iblis) menyamar sebagai Buddha,

mengacau dan menyesatkan pikiranku.

Akan tetapi, setelah mendengar suara Sang Buddha

dengan berbagai sebab musabab, perumpamaan,

dan dengan pandainya menceramahkan Dharma,

aku yakin bahwa Beliau bukanlah Mara.

Seketika itu hatiku tenteram sentosa bagaikan laut

dan segenap keraguanku telah berakhir.

Sang Buddha menyatakan bahwa

Para Buddha terdahulu yang tiada hitungan,

juga dengan berbagai Jalan bijaksana,

membimbing para mahluk mencapai Jalan Buddha.

Demikian pula dengan Buddha sekarang dan mendatang.

Dengan berbagai macam Jalan bijaksana,

Mereka membimbing segenap mahluk mencapai Jalan Buddha.

Yang Dipuja Dunia sekarang ini,

semenjak lahir hingga meninggalkan rumah dan mencapai Jalan,

juga dengan berbagai Jalan bijaksana memutar roda Dharma,

membimbing para mahluk mencapai Jalan KeBuddhaan.

Sang Buddha mempertunjukkan Jalan Benar,

sedang Mara tidak mungkin berbuat demikian.

Maka ku sadari bahwa ini bukanlah Mara.

Pada awalnya kami terperangkap dalam jaring keraguan,

dan menganggap bahwa itu ialah perbuatan Mara.

Ketika mendengar Sang Buddha dengan suara BrahmaNya

yang dalam, lemah lembut, mempersona dan menakjubkan

menceramahkan DharmaNya,

hatiku bersuka cita dan menjadi tenteram sentosa.

Karena betapapun juga segala keraguanku telah berakhir.

Sesungguhnya Aku berada di Jalan Benar.

Aku pun kelak menjadi Buddha,

dimuliakan oleh para dewata dan manusia,

memutar roda Dharma yang sempurna ,

membina dan membimbing para Bodhisatva.

Pada saat itu Buddha menyapa Sariputra, seraya berkata: “Sekarang Aku ditengah-tengah persamuan agung para dewata, manusia, shramanera, brahmana, dan sebagainya, Ku umumkan bahwa dahulu silam dihadapan 20,000 ribu koti para Buddha, Aku telah membina dan membimbingmu. Sedang engkau sepanjang malam mengikuti ajaranKu. Oleh karenanya, kini engkau terlahir ditengah-tengah masa DharmaKu.

“Wahai Sariputra! Semenjak dahulu silam, Aku telah menyebabkanmu untuk bertekad mencapai Jalan Buddha. Akan tetapi kini engkau melupakannya dan menganggap dirimu telah mencapai kemokshaan mutlak. Demi mengingatkan kembali tekad ikrarmu yang semula itu, maka kini akan Ku ceramahkan kepada para Sravaka tentang Sutra Kendaraan Besar ini, yang berjudul Keajaiban Dharma Bunga Teratai, Dharma petunjuk bagi para Bodhisattva, Dharma yang senantiasa dilindungi dan diingati oleh para Buddha.

“Wahai Sariputra! Berkalpa-kalpa dimasa mendatang yang tak terhitung lamanya, engkau akan mengabdi pada puluhan ribu koti para Buddha, mempertahankan dan menjunjungi Dharma para Buddha tersebut, serta menyempurnakan Jalan KeBodhisatvaan. Kemudian engkau akan menjadi Buddha dengan gelar Padmaprabha (Bunga Berkilau) 1.Tathagata 2.Patut Dipuja 3.Bijaksana 4.Sempurna 5.Bebas 6.Pemaham 7.Termulia 8.Pembina 9.Sang Guru 10.Buddha Yang Maha Agung. Alamnya disebut Viraga (Bersih Dari Kekotoran). Suci dan berhiaskan. Buminya terbuat dari ratna manikam; Datar dan rata bagai telapak tangan; (Sebab para penghuninya) Tenteram, damai, makmur dan bahagia. Dihuni oleh para dewata dan manusia. Terdapat 8 jalan bersimpangan yang dibatasi dengan tali kencana emas. Pada setiap jalan, berdiri sejejer pepohonan dari 7 permata yang senantiasa berbuah dan berbunga. Tathagata Padmaprabha pun akan membina dan membimbing segenap mahluk dengan 3 macam Kendaraan.

“Wahai Sariputra! Meskipun tidak dalam masa angkara, namun Buddha Padmapraba akan menceramahkan Dharma 3 Kendaraan karena tekad ikrarnya semula. Kalpanya akan disebut Maha-Ratna-Pratimandika (Berhiaskan Permata Mulia). Mengapa disebut demikian? Karena di alam itu, para Bodhisatva dibagaikan permata mulia. Jumlah para Bodhisatvanya tak terhingga, tak terbatas, diluar perhitungan dan perumpamaan. Terkecuali kebijaksanaan Buddha, tiada yang dapat mengetahui jumlahnya. Pada setiap langkahnya, mereka senantiasa menginjak bunga permata. Mereka bukanlah Bodhisattva awam, akan tetapi semuanya telah kian lama menanam akar kebajikan. Dihadapan ratusan ribu laksa koti para Buddha yang tak terjumlah, mereka senantiasa melaksanakan keBrahmaan (Disiplin Keras), senantiasa dipuji oleh para Buddha. Dengan penuh semangat, mereka akan mendalami kebijaksanaan Buddha, menyempurnakan daya kekuatan maha gaib serta menyelami segala pintu Dharma; Berwatak jujur dan murni, bertekad teguh dan tegas. Bodhisatva-bodhisatva demikianlah memenuhi alamnya.

“Wahai Sariputra! Usia Buddha Padmaprabha akan berlangsung selama 12 kalpa kecil. Tidak termasuk masa ketika ia hidup sebagai pangeran dan sebelum Ia menjadi Buddha. Usia para penghuninya akan berlangsung selama 8 kalpa kecil. Sesudah 12 kalpa kecil itu, Buddha Padmaprabha akan meramalkan Bodhisatva Dhritiparipurna (Tekad Teguh) sebagai Buddha berikutnya dengan gelar Padmavrishabhavikrama, Tathagata, Arahat, Samyak-Sambuddha. Sedang alamnya akan sedemikian rupa.

“Wahai Sariputra! Sesudah kemokshaan Buddha Padmaprabha, Dharma Benarnya (Asli) akan berlangsung di dunia tersebut selama 32 kalpa kecil, sedang Dharma Semunya (Pudar) akan berlangsung selama 32 kalpa kecil.”

Kemudian Sang Buddha berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair:

Jauh di masa mendatang, berkoti-koti kalpa yang tak terhitung,

Sang Sariputra kelak menjadi Buddha dengan gelar Padmaprabha

Ia akan menyelamatkan para mahluk yang tiada hitungan;

Memuliakan para Buddha yang tak terjumlah,

menyempurnakan Jalan KeBodhisatvaan,

Ke 10 Daya Kekuatan dan sebagainya.

Kemudian Ia akan mencapai Jalan Sempurna.

Kalpamu akan disebut Maha-Ratna-Pratimandika.

Alammu akan disebut Viraga;

Suci, bersih tak ternodai. Buminya dari lapis lazuli.

Setiap jalanannya dibatasi tali kencana emas.

Dengan pepohonan dari 7 benda berharga

yang senantiasa berbunga dan berbuah.

Para Bodhisatva di alam tersebut,

bertekad teguh dan sempurna daya gaibnya.

Dihadapan para Buddha yang tak terjumlah,

mereka telah lama menjalankan KeBodhisatvaan.

Bodhisatva-Bodhisatva demikian dibina oleh Buddha Padmaprabha.

Ketika menjadi putera raja, ia meninggalkan kedudukannya.

Didalam inkarnasinya yang terakhir itu,

Ia akan menjadi bhiksu dan akhirnya mencapai KeBuddhaan.

Usia Buddha Padmaprabha akan berlangsung selama 12 kalpa kecil.

Sedang usia para penghuninya akan berlangsung selama 8 kalpa kecil.

Sesudah kemokshaan Buddha Padmapraba,

Dharma Benarnya akan bergema selama 32 kalpa kecil

dimasa mana banyak mahluk yang terselamatkan.

Sesudah Dharma Benarnya berakhir,

Dharma Semunya akan bertahan selama 32 kalpa kecil.

Relik-relik dari Buddha Padmaprabha akan disebar luaskan

dimuliakan oleh para dewata dan manusia.

Demikianlah halnya Buddha Padmaprabha.

Yang Maha Sempurna itu adalah dirimu sendiri.

Maka bersuka citalah atas keberuntunganmu.

Pada saat itu ke 4 golongan (bhiksu, bhiksuni, upasaka dan upasika), para dewata, yaksha, ghandarva, asura, garuda, kimnara, mahoraga dan sebagainya, setelah mendengar ramalan Sang Sariputra, semuanya dengan girangnya melompat-lompat. Masing-masing melepaskan jubahnya dan mempersembahkannya kepada Sang Buddha. Sedang Sakra Dewendra, Dewa Raja Brahma dan para putera dewata yang tiada hitungan mempersembahkan pula pakaian-pakaian kesurgaan serta bunga-bunga mandarava, maha mandarava dan sebagainya kepada Sang Buddha. Pakaian-pakaian kesurgaan berkibaran di langit. Sedang puluhan ratus ribu aneka ragam alunan musik kesurgaan bermainkan. Turun bertaburan pula bermacam-macam bunga kesurgaan. Kemudian dari langit terdengar ucapan: “Dahulu kala di Benares, Sang Buddha memutarkan roda Dharma. Kini Beliau memutarkan roda Dharma Kendaraan Besar yang tiada taranya.”

Kemudian para putera dewata berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah mereka dengan syair:

Dahulu kala di Benares (India),

Beliau memutar roda Dharma;

menceramahkan Dharma 4 Kesunyataan Mulia

dan tentang timbul lenyapnya skhanda.

Hari ini Beliau memutar lagi roda Dharma

yang paling menakjubkan dan yang tiada taranya.

Dharma ini bermakna dalam dan halus,

jarang yang dapat mempercayainya.

Semenjak awal mendengar ceramah Sang Buddha,

belum pernah kami mendengarkan Dharma ini.

Mendegar Dharma demikian, kami semuanya bersuka cita.

Sang Sariputra telah memperoleh ramalannya;

Kami yakin bahwa kami pun kelak menjadi Buddha.

Yang Termulia Diseluruh Dunia, Yang Tiada Taranya!

Kebijaksanaan Buddha sulit dipahami.

Oleh karenanya, Beliau menceramahkannya

dengan berbagai macam Jalan Bijaksana.

Segala karma pahala yang telah kami peroleh

baik dikehidupan ini maupun dikehidupan lampau,

serta kebajikan dari pertemuan dengan Sang Buddha,

semuanya akan kami pergunakan demi Jalan KeBuddhaan.

Pada saat itu Sariputra menghadap Sang Buddha, seraya berkata: “Yang Maha Agung! Kini aku tiada lagi keraguan. Dihadapan Sang Buddha sendiri, aku telah memperoleh ramalanku. Akan tetapi, 1,200 Arahat yang telah bebas pikirannya ini, juga telah dibina oleh Beliau (Shakyamuni), mencapai Nirvana dan terbebas dari roda samsara. Setiap orang dari mereka, baik para Saiksya (Pelajar) maupun Asaiksya (Terpelajar), menganggap bahwa dirinya telah terbebas dari pandangan ‘Aku’, ‘Ada’, ‘Tiada’, dan menganggap bahwa dirinya telah mencapai Nirvana mutlak. Namun kini dihadapan Sang Buddha, mereka mendengar hal yang belum pernah mereka dengar sebelumnya. Kini semuanya telah terjerumus ke dalam jaring keraguan.

“Baiklah, Yang Maha Agung! Sudilah kiranya Beliau memaklumi sebab musabab akan hal ini agar mereka terbebas dari segenap keraguan.”

Kemudian Sang Buddha menjawab Sariputra, seraya berkata: “Tidakkah telah Ku jelaskan sebelumnya, bahwa para Buddha, Yang Maha Agung, dengan berbagai macam sebab musabab, perumpamaan, percakapan dan cara-cara bijaksana menceramahkan Dharma. Namun semua itu hanyalah demi Satu Kendaraan Buddha. Semua yang diceramahkan hanyalah demi membina dan membimbing para Bodhisatva mencapai Anuttara-Samyak-Sambodhi.

“Baiklah, wahai Sariputra! Kini akan Ku jelaskan dengan sebuah perumpamaan. Karena melalui perumpamaan, orang bijaksana akan memperoleh pemahaman.

“Wahai Sariputra! Seandainya dalam suatu kerajaan, disuatu negara terdapat seorang bijaksana (Sang Buddha) yang telah lanjut usia. Kekayaannya melimpah ruah. Ia memiliki ladang, rumah, pekerja dan pembantu. Rumahnya (Roda samsara) sangat besar dan luas, tetapi hanya terdapat satu pintu keluar (Satu Kendaraan Buddha). Rumah ini dihuni oleh seratus, dua ratus bahkan lima ratus orang. Semua serambi dan ruangannya telah usang dan rusak. Dinding-dindingnya melengkung. Dasar-dasar tiangnya pun sudah rapuh. Sedang atapnya pun hampir roboh. Keadaan yang menyeramkan.

“Pada waktu bersamaan dari setiap sisi, tiba-tiba api (Mara) menyerang dan membakar rumah tersebut. Anak-anak orang bijaksana itu, sepuluh, dua puluh ataupun tiga puluh berada didalam rumah tersebut (Buddha memandang segenap mahluk sebagai anaknya sendiri). Orang bijaksana menyaksikan api yang membara berkobrar dimana-mana. Dengan cemasnya, Ia merenungkan: ‘Meksi Aku dapat keluar dari rumah ini dengan aman, akan tetapi anak-anakku asyik bermain didalam tanpa menyadarinya, tanpa mengerti, tanpa cemas. Walau terancam oleh api yang demikian ganasnya, mereka tidak berkehendak untuk lekas keluar.’

“Wahai Sariputra! Orang bijaksana itu merenungkan: ‘Saya bertenaga kuat. Saya mampu mengangkat mereka keluar dengan bangku. Akan tetapi pintunya hanya satu dan sempit. Anak-anakku mudah, tak berpengalaman. Mereka tak mengenal bahaya. Harus segera ku peringatkan mereka untuk lekas keluar dari rumah terbakar ini. ‘

“Segera Ia mengakalkan suatu rencana dan sesuai dengan yang direncanakannya, Ia menyaut: “Keluarlah kalian semua!” Meski Sang Ayah dengan belas kasihan memberi nasehat, akan tetapi anak-anaknya tetap saja asyik bermain, tanpa menghiraukannya, tiada gelisah maupun niat untuk lekas keluar. Mereka bahkan tak mengerti apa yang disebut api, apa yang disebut rumah dan apa yang disebut cedera. Mereka tetap berlarian kian kemari, terus bermain-main, memandang Sang Ayah tanpa menghiraukannya.

“Kemudian Sang Ayah merenungkan: ‘Bila aku dan anak-anakku tidak segera keluar dari rumah kebakaran ini, maka kita akan terbakar hangus. Baiklah akan ku terapkan cara bijaksana agar supaya anak-anakku terhindar dari malapetaka ini.’

“Mengamati kehendak anaknya masing-masing, Sang Ayah lalu berkata kepada mereka: ‘Permainan yang kalian gemari, begitu langka dan sulit dicari; Sekarang telah ku sediakan diluar rumah ini. Jika kalian tak segera keluar, kalian akan menyesalinya dikemudian hari. Kini telah ku siapkan bermacam-macam kereta domba, kereta rusa dan kereta lembu diluar pintu ini. Segera keluarlah dari rumah terbakar ini dan perolehlah kereta sesuai kehendakmu masing-masing.’

“Setelah mendengar tentang permainan-permainan langka yang diceritakan Sang Ayah, mereka menjadi penuh semangat, sambil dorong-mendorong dan saling mendahului, semuanya tergesa-gesa keluar dari rumah kebakaran tersebut.

“Kini anak-anaknya telah selamat, duduk di 4 persimpangan (Ke 4 KeSunyataan Mulia), tidak lagi dalam bahaya. Hati Sang Ayah menjadi damai tenteram. Lalu, anak-anaknya menghampiri ayahnya: ‘Ayah! Manakah kereta-kereta yang ayah janjikan tadi. Kereta domba, kereta rusa, kereta lembu. Berikanlah kepada kami sekarang juga.’

“Wahai Sariputra! Sang Ayah kemudian memberikan kepada anaknya masing-masing sejenis kereta besar yang tingginya sama rata; Setiap kereta berhiaskan barang-barang berharga dan terlindungi pagar disekelilingnya. Digantungi genta-lonceng pada ke 4 sisinya; Diliputi tenda yang berhiaskan benda-benda berharga dan disambungi dengan tali-temali; Bergelantungan bunga-bunga indah dan beralaskan dudukan sofa nyaman; Dibubuhi bantalan merah; Kereta itu ditarik oleh lembu gagah putih perkasa yang terawat bersih dan bertenaga kuat; Didampingi pula penjaga yang menjaganya (Pelindung Dharma).

“Mengapa Sang Ayah melakukan demikian? Sebab kekayaannya tiada batas dan gudang harta kekayaannya melimpah ruah. Orang bijak itu berpikir demikian: ‘Kekayaanku tiada habisnya. Tak pantas jika kuberikan masing-masing anakku kereta kecil. Aku sama rata menyayangi anak-anakku. Biarlah kuberikan mereka kereta besar. Karena betapapun juga, kereta besar yang kumiliki tak terhitung jumlahnya. Meski kuhadiahkan kepada setiap orang diseluruh negeri pun, tiada akan habis; Apalagi jika kuberikan kepada anak-anakku.’

“Anak-anak itu masing-masing mengendarai kereta besar, memperoleh apa yang belum pernah mereka peroleh sebelumnya. Wahai Sariputra! Bagaimanakah pendapatmu! Apakah Sang Ayah berbuat kesalahan ketika memberikan kepada masing-masing anaknya kereta besar (Kendaraan besar) itu?”

Sariputra menjawab: “Tentu tidak, Yang Maha Agung! Karena betatapun juga Sang Ayah berkehendak menyelamatkan anak-anaknya dari rumah kebakaran. Bilamana ia tidak memberikan kepada anak-anaknya kereta kecil pun, Ia tidak bersalah. Sebab dengan menerapkan cara bijaksana, Ia telah menyelamatkan nyawa mereka. Lebih-lebih lagi, mereka masing-masing dihadiahkan kereta besar. Bijaksana sekali tindakannya Sang Ayah itu.”

Sang Buddha menyapa Sariputra, seraya berkata: “Bagus sekali, bagus sekali! Seperti yang telah engkau katakan. Wahai Sariputra! Demikian pula dengan Sang Buddha yang bagaikan Ayah bagi seluruh dunia. Beliau telah bebas dari rasa takut, putus asa, cemas, ketidaktahuan dan segela kegelapan batin; Telah sempurna dalam pengetahuan, kekuatan batin; Memiliki kesaktian dan kebijaksanaan; Sempurna cara bijaksananya; Kewelas asihannya tiada pernah putus; Senantiasa memberikan yang terbaik bagi segenap mahluk.

“Sang Buddha muncul dalam Triloka (1.Alam pikiran dan rupa 2.Alam pikiran namun tiada rupa 3.Alam tanpa pikiran maupun rupa) yang sedang terbakar oleh lahir, usia, penyakit, mati, kecemasan, kesengsaraan, kebodohan, kegelapan batin, dan ke 3 racun (1.Keserahkaan 2.Kebencian 3.Kebodohan), demi membina dan membimbing segenap mahluk mencapai Anuttara-Samyak-Sambodhi.

“Beliau mengamati segenap mahluk terbakar oleh api lahir, usia, penyakit, mati, cemas, kesengsaraan dan berbagai derita yang disebabkan oleh 5 ketamakan. Oleh karenanya, mereka mengalami berbagai macam penderitaan dikehidupan sekarang dan kemudian di alam neraka, setan kelaparan dan binatang. Sekalipun mereka terlahir di alam surga ataupun sebagai manusia, mereka tertimpa oleh berbagai macam belenggu, yaitu ketidakpuasan, terpisah dari yang dicintai, bertemu dengan yang dibenci dan sebagainya.

“Tertimpa oleh belenggu-belenggu demikian, mereka masih saja besenang-senang tanpa menyadari, tanpa mengerti, tiada cemas dan tidak mencurahkan diri untuk mencari kebebasan, tetapi berlarian terus kian kemari dalam rumah kebakaran. Meski terancam oleh segala derita, mereka tiada pernah cemas.

“Wahai Sariputra! Sang Buddha yang mengamati semua ini, merenungkan: ‘Aku adalah Ayah bagi segenap mahluk. Oleh karenanya, Aku akan selamatkan mereka dari segala derita dan memberikan mereka kebahagian dan kebijaksanaan Buddha.’

“Wahai Sariputra! Sang Buddha merenungkan demikian: ‘Bila Aku hanya mempergunakan daya gaibKu, tanpa menerapkan cara bijaksana; Bila Aku hanya memuji kebijaksanaan, kekuatan dan kemuliaan Sang Tathagata, maka mereka tak akan terselamatkan. Mengapa? Karena betapapun juga mahluk-mahluk ini belum terbebas dari derita lahir, usia, penyakit dan mati; Tetapi terperangkap dalam kebakaran Triloka Samsara. Bagaimana mungkin mereka dapat mengerti tentang kebijaksanaan Buddha?’

“Wahai Sariputra! Demikian pula dengan Sang Ayah itu. Meski bertenaga kuat, ia hanya dengan kebijaksanaan tepat menyelamatkan anak-anaknya dari rumah kebakaran itu. Kemudian memberikan masing-masing anaknya kereta besar yang berhiaskan benda-permata berharga. Begitu pula halnya dengan Sang Tathagata; Meski memiliki kekuatan gaib, Ia tak menggunakannya. Ia hanya dengan cara bijaksana yang tepat menyelamatkan segenap mahluk dari kebakaran rumah Triloka; Menguraikan ke 3 macam Kendaraan, yaitu Kendaraan Sravaka, Kendaraan Pratyekabuddha dan Kendaraan Buddha.

“Dengan bersabda demikian: ‘Janganlah kalian bertetap dalam kebakaran rumah Triloka. Janganlah termelekat pada rupa, suara, bau, citra rasa dan sensasi. Jika kalian tidak melepaskannya, maka kalian akan terbakar olehnya. Jauhilah kebakaran Triloka dan perolehlah ke 3 macam Kendaraan ini. Sekarang Ku jaminkan kalian akan hal ini. Tak mungkin keliru. Bersemangatlah kalian semua.’

“Dengan cara bijaksana demikian, Sang Tathagata menarik perhatian segenap mahluk dan kemudian mengumumkan: ‘Kendarailah 3 macam kereta ini agar kalian bebas merdeka, tanpa perlu andalan lainnya. Kendarailah ke 3 macam kereta dan milikilah kenikmatan samadhi, kebebasan, ketenteraman dan kebahagiaan yang tiada cela.’

“Wahai Sariputra! Bilamana terdapat para mahluk yang berkebijaksanaan, telah mendengarkan Dharma yang diceramahkan oleh Buddha, mempercayai dan menerimanya; Tekun melaksanakannya. Berkehendak membebaskan diri dari kebakaran Triloka dan mencapai Nirvana; Mereka adalah anak-anak yang menghendaki Kendaraan Sravaka, bagaikan anak-anak yang keluar dari rumah terbakar untuk memperoleh kereta domba (Domba adalah hewan yang hanya peduli pada dirinya sendiri).

“Bilamana terdapat para mahluk yang telah mendengarkan Dharma yang diceramahkan oleh Buddha, mempercayai dan menerimanya; Tekun melaksanakannya. Berkehendak memperoleh kebijaksanaan alami. Senantiasa mengasingkan diri menyelami samadhi. Menikmati ketenteraman dan kedamaian batin; Sungguh-sungguh memahami sebab musabab akan Dharma (Perwujudan); Mereka adalah anak-anak yang menghendaki Kendaraan Pratyekabuddha, bagaikan anak-anak yang keluar dari rumah terbakar untuk memperoleh kereta rusa (Rusa adalah hewan mandiri. Mereka mampu mencari makanannya sendri).

“Bilamana terdapat para mahluk yang telah mendengarkan Dharma yang diceramahkan oleh Buddha, mempercayai dan menerimanya; Tekun melaksanakannya. Berkehendak memperoleh kebijaksanaan Buddha yang sempurna, alami, tanpa guru; Serta pengetahuan, kekuatan dan keberanian Sang Tathagata. Berwelas asih dan berkehendak menyelamatkan segenap mahluk; Berhasrat membebaskan para dewata, manusia dan sebagainya; Mereka adalah anak-anak yang menghendaki Kendaraan Besar, bagaikan anak-anak yang keluar dari rumah terbakar untuk memperoleh kereta lembu (Lembu adalah hewan bertenaga kuat). Oleh karenanya, mereka disebut Bodhisatva-Mahasatva.

“Wahai Sariputra! Sang Ayah yang mengamati bahwa anak-anaknya telah selamat keluar dari mara bahaya rumah kebakaran, kemudian memberikan masing-masing anaknya sebuah kereta besar. Begitu pula dengan Sang Tathagata. Beliau, sebagai ayah bagi segenap mahluk, mengamati para mahluk yang telah terbebas dari kebakaran Triloka dan mencapai Nirvana; Kemudian Beliau merenungkan: ‘Ku miliki kebijaksanaan, kekuatan, keberanian serta harta kekayaan Dharma yang tak terbatas. Sedang segenap mahluk adalah anakku sendiri. Maka akan Ku berikan mereka masing-masing Kendaraan Besar yang sama rata, agar tiada yang memperoleh Nirvana pribadi (Nirvana Sravaka); Tetapi semuanya akan memperoleh Nirvana Tathagata.

“Mahluk-mahluk yang telah terbebas dari Triloka, semuanya diberikan benda mainan Tathagata, yaitu meditasi, kebebasan dan sebagainya. Semuanya serupa dan sejenis, dapat menghasilkan kebahagiaan dan kenikmatan murni, yang senantiasa dipuji oleh para Buddha.

“Wahai Sariputra! Seperti halnya dengan Sang Ayah. Pada awalnya Ia dengan 3 macam kereta memikat hati anak-anaknya untuk keluar dari rumah kebakaran tersebut, kemudian hanya dengan kereta lembu besar berhiaskan mewah dan meriah, menghadiahkan masing-masing anaknya. Namun Sang Ayah tidak bersalah; Demikian pula dengan Sang Tathagata. Pada awalnya Beliau membentangkan ke 3 macam Kendaraan membina para mahluk. Kemudian Beliau hanya dengan Kendaraan Besar membina dan membebaskan mereka. Sang Tathagata memiliki kebijaksanaan, kekuatan, keberanian dan sebagainya. Beliau dapat memberikan Dharma Kendaraan Besar kepada segenap mahluk. Namun tidak semuanya mampu menerimanya. Oleh karenanya, para Buddha dengan cara bijaksana mengajarkan Satu Kendaraan Buddha menjadi tiga.”

Kemudian Sang Buddha berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair:

Seandainya terdapat seorang bijaksana

yang memiliki sebuah rumah tua.

Serambi-serambinya telah usang.

Tiang-tiangnya rapuh pada dasarnya.

Jendela dan tangganya telah rusak.

Dinding dan kusennya telah hancur.

Sedang atapnya rusak dan berlubang.

Pagar disekelilingnya hampir rumbang.

Sampah berserakan dimana-mana.

Terdapat 500 orang yang tinggal di dalamnya.

Burung rajawali, burung hantu, burung elang,

serta burung-burung lainnya;

Cicak, kecoa, kutu, cacing, kobra, kalajengking, kelabang,

serta bermacam-macam ular berbisa;

Anjing, tikus, bajing dan sebagainya berlarian kian kemari.

Rumah itu terpenuhi tinja dan air kencing

yang dihinggapi oleh serangga dan lalat.

Kemudian diinjak serigala dan anjing liar yang

merobek mayat, membuang tulangnya kian kemari.

Binatang-binatang yang kurus kerempeng meraung kelaparan;

Berlarian mencari makanan sambil merebut sisa tulang.

Rumah yang menyeramkan ini,

dihuni oleh hantu dan mahluk-mahluk halus

yang memangsa daging manusia dan binatang.

Binatang-binatang buas merangkak dimana-mana.

Burung-burung membuat sarang dan bertelur;

Menjaga dan menyembunyikan bayinya,

hanya saja dirampas dan disantap oleh setan lapar.

Setan-setan yang sudah kenyang

menjadi ganas sambil berteriak-teriakan;

Suara jeritan yang menyeramkan.

Iblis-iblis menyeret kedua kaki anjing

dan memukulinya hingga kehilangan suara;

Menginjak leher anjing sebagai hiburan.

Ada pula iblis telanjang bertubuh besar dan hitam,

yang menjerit-jerit karena kelaparan.

Ada pula iblis-iblis bertenggorokan jarum, berkepala kerbau,

menyantap daging manusia dan memangsa anjing;

Rambut mereka kusut berantakan;

Berlarian mencari santapan sambil menjerit-jerit.

Mahluk-mahluk halus, burung dan binatang buas

yang kelaparan menyerang dari segala arah;

Ada pula mereka yang mengintip dari jendela.

Rumah yang tua dan lapuk ini dimiliki oleh orang bijaksana itu.

Sewaktu Ia sedang keluar, rumahnya mendadak terbakar;

Dari ke 4 arah api berkobar membakar tiang,

rusuk penyangga dan sekatnya

hingga patah dan roboh dengan suara dentuman.

Bermacam-macam iblis dan mahluk halus

meneriakkan suara-suara tangisan.

Rajawali, elang dan burung-burung lainnya

panik dan penuh ketakutan tiada dapat keluar.

Binatang-binatang beracun bersembunyi didalam lubang.

Setan dan iblis terbakar oleh api saling menyerang,

sambil menghisap darah dan menyantap daging manusia.

Mayat serigala dan sejenisnya dimangsa oleh binatang buas.

Asap bau tinja tersebar ke setiap sudut rumah.

Ular-ular berbisa karena kepanasan api

terpaksa keluar dari sarang lubangnya,

dan dengan malangnya dimangsa oleh iblis-iblis keji.

Mahluk-mahluk halus yang kelaparan

berlarian kian kemari ketakutan.

Rumah tersebut sungguh menakutkan;

Pada saat itu pemilik rumah itu berada

diluar pagar dan mendengar kabar:

‘Beberapa saat yang lalu, anak-anakmu

asyik bermain kedalam rumah itu.

Mereka awam, tak berpengertian,

dalam-dalam terjerat oleh permainannya.’

Mendengar kabar demikian,

Sang Ayah segera menerobos kedalam rumah

demi menyelamatkan anak-anaknya dari kebakaran.

Ia menasehati mereka dan menjelaskan tentang

mara bahaya serta iblis setan yang menghuni rumah itu;

Adapun api yang menjilat ke mana-mana.

Ular berbisa, setan-setan keji,

serigala, anjing, rajawali, elang, kalajenking dan sebagainya.

Keadaan yang suram menyeramkan.

Rumah itu tidak layak dihuni oleh manusia,

Lebih-lebih lagi, api yang berkobrar disetiap sisi.

Tetapi anak-anaknya awam, tak berpengertian,

asyik bersenang-senang dan terus bermain

tanpa menghiraukan nasehat Sang Ayah.

Orang bijaksana itu merenungkan demikian:

‘Anak-anakku ini berkelakuan demikian,

sehingga membuatku cemas dan risau.

Di dalam rumah ini, tiada yang menyenangkan,

tetapi anak-anakku terjerat pada permainannya,

Jika tak mengikuti nasehatku, mereka akan tertelan api.’

Kemudian terpikir oleh Sang Ayah suatu akal bijaksana.

Ia mengumumkan, seraya berkata:

‘Ayah memiliki kereta-kereta langka dan menakjubkan;

Kereta domba, kereta rusa dan kereta lembu.

Telah ku sediakan diluar pintu rumah ini.

Keluarlah dan pilih sesusai kehendakmu’

Mendengar hal ini, mereka saling mendahului

tergesa-gesa keluar mencapai lapangan terbuka,

bebas dari segala malapetaka dan mara bahaya.

Ketika melihat anak-anaknya terbebas dari rumah terbakar itu,

berdiri aman di empat persimpangan jalan,

Sang Ayah dengan tenteram menduduki singgasananya

seraya merenungkan:

‘Kini Aku bersuka cita dan berpuas hati.

Anak-anakku telah Ku selamatkan dengan susah payahnya.

Mudah, bodoh dan tak berpengalaman,

mereka masuk ke dalam rumah terbakar itu;

Dihuni oleh binatang-binatang buas berbisa

setan kelaparan dan hantu-hantu jahanam

Meski api berkobrar disetiap sisi,

akan tetapi anak-anakku masih saja terus bermain.

Namun kini telah Ku selamatkan mereka dari mara bahaya.

Oleh karenanya, kini Aku senang dan berpuas hati.’

Melihat Sang Ayah duduk nyaman,

anak-anak menghampirinya, seraya bermohon:

‘Dimanakah ke 3 macam kereta yang dijanjikan Ayah.

Berikanlah kepada kami. Kini tepat waktunya.’

Sang Ayah memiliki harta kekayaan yang melimpah ruah;

yaitu kereta-kereta besar yang dihias indah menawan hati

dengan emas, perak, permata dan mutiara,

lempengan logam berharga dan perhiasan lainnya;

Karangan bunga bergelantungan disetiap sudut,

Genta lonceng bergelenting merdu syadu.

Dudukannya lengkap dengan bantalan.

Masing-masing kereta dihela oleh lembu

tampan, bersih dan gagah perkasa;

Didampingi banyak pelayan yang menjaganya.

Kereta-kereta menakjubkan inilah yang

diberikan kepada masing-masing anaknya.

Seketika itu anak-anaknya dengan girang

berdansa dan melompat-lompat;

Mereka menaiki keretanya masing-masing,

dan dengan penuh suka cita mengendarainya

ke segenap jurusan tanpa mengalami hambatan.

Wahai Sariputra! Sekarang Ku katakan padamu.

Aku pun seperti orang bijaksana ini,

bagaikan ayah bagi seluruh dunia,

sedang segenap mahluk adalah anakku sendiri.

Akan tetapi mereka terjerat oleh keduniawian.

Triloka ini penuh mara bahaya, tiada amannya;

Seperti rumah terbakar penuh dengan segala macam derita.

Tertimpa oleh berbagai derita hidup, usia, penyakit dan mati.

Bagaikan api yang tiada henti-hentinya berkobrar di setiap sudut.

Aku, sebagai Ayah bagi seluruh dunia,

telah tenteram dan bebas dari Triloka ini.

Tetapi Triloka ini ialah kediamanKu sendiri,

sedang para mahluk didalamnya ialah anakKu.

Hanya Aku yang dapat menyelamatkan mereka.

Meski Aku telah memberi nasehat,

akan tetapi mereka tak menghiraukannya,

sebab batin mereka terpancang oleh kemelekatan.

Oleh karenanya, Aku menerapkan Jalan bijaksana,

mempertunjukkan 3 macam Kendaraan

agar mereka semua dapat mencapai kebebasan.

Dengan sungguh-sungguh menjalankannya,

mereka akan memperoleh ke 3 ilmu dan 6 kegaiban,

menjadi Pratyekabuddha ataupun Bodhisatva tiada mundur.

Wahai Sariputra! Demi segenap mahluk,

Aku dengan berbagai perumpamaan

menguraikan Satu Kendaraan Buddha.

Bilamana kalian meyakini dan menerimanya,

maka semuanya akan mencapai Jalan KeBuddhaan.

Kendaraan ini bermakna halus, menakjubkan dan tiada taranya.

Dipuja dan direstui oleh para Buddha.

Kalian semua! Puji dan muliakanlah Sutra ini.

Kendaraan ini lengkap dengan

kekuatan, samadhi, kebebasan, kebijaksanaan

serta kemulian-kemulian para Buddha.

Bilamana putera-putera Buddha memperoleh Kendaraan ini,

maka mereka tiada henti-hentinya akan memperoleh kenikmatan,

dan dengan segera menuju ke Teras KeBodhian.

Kuberitahukan bahwa sesungguhnya

tiada Kendaraan lain dijurusan manapun juga,

terkecuali Jalan Bijaksana yang ditunjuk oleh Sang Buddha.

Wahai Sariputra! Kalian semua adalah anakKu sendiri.

Semenjak lama kalian telah terbakar oleh derita Samsara.

Akan tetapi, Aku akan selamatkan kalian dari Triloka ini.

Nirvana yang Aku uraikan pada semula, bukanlah yang mutlak.

Itu hanyalah pengakhiran dari lahir dan mati.

Semua yang Ku lakukan hanyalah demi Satu Kendaraan Buddha.

Dengarkanlah dengan sepenuh hati

tentang Dharma yang diceramahkan para Buddha.

Para Buddha senantiasa menerapkan Jalan bijaksana;

Dan semua yang dibina olehnya adalah Bodhisatva.

Mereka yang berkebijaksanaan dangkal,

dalam-dalam terjerat oleh kemelekatan;

Bagi mereka Ku jelaskan tentang 4 Kesunyataan Mulia,

membuatnya gembira dan memperoleh

apa yang belum mereka peroleh sebelumnya.

4 Kesunyataan yang dibentangkan oleh para Buddha,

semuanya benar, tiada keliru maupun berbeda.

Bilamana mahluk-mahluk tidak memahami

akan sebab musabab penderitaan,

terpancang erat pada sebab dari derita,

tak rela melepaskannya;

Bagi mereka Ku terapkan cara bijaksana.

Segala derita berasal dari ketamakan dan kebodohan.

Bilamana ketamakan dan kebodohan musnah,

maka segenap derita akan segera berakhir.

Inilah yang Ku sebut tahap ke 3 dari 4 Kesunyataan.

Dengan tekun melaksanakannya,

kalian akan terbebas dari segala derita.

Akan tetapi itu hanya akhir dari roda lahir dan mati.

Sang Buddha telah menyatakan bahwa mereka

sesungguhnya belum mencapai kemoshaan mutlak,

karena betapapun juga ia belum mencapai Jalan Sempurna.

Aku tidak berkenan agar mereka mencapai Nirvana pribadi.

Aku adalah Raja Dharma;

sekehendakKu sebagaimana Dharma Ku perlakukan.

Aku muncul didunia demi membahagiakan segenap mahluk.

Wahai Sariputra! DharmaKu ini Ku bentangkan

demi memberi manfaat bagi seluruh dunia.

Janganlah sembrono memaparkannya.

Jika ada yang mendengarkannya, dan kemudian

menerimanya dengan gembira dan takzim;

Ketahuilah bahwa mereka adalah Avivartika.

(Bodhisatva pantang mundur. Sepadan dengan Bodhisatva tingkat 8 dari 10)

Jika ada yang menerima Sutra ini dengan penuh keyakinan,

maka ketahuilah bahwa orang-orang demikian

telah menjumpai para Buddha terdahulu.

Mereka telah memuliakan para Buddha tersebut,

dan telah mendengarkan pula Dharma ini.

Jika ada yang mempercayai uraianmu tentang Sutra ini,

maka ketahuilah bahwa mereka telah melihatKu,

melihatmu maupun bhiksu-bhiksu lainnya,

serta para Bodhisatva yang kini hadir di pesamuan agung ini.

Sutra Teratai ini dibentangkan kepada

mereka yang berkebijaksanaan dalam;

Karena mereka yang berkebijaksanaan dangkal

hanya akan ragu, tanpa memahaminya.

Seluruh Sravaka maupun Pratyekabuddha

tiada satupun yang sanggup memahaminya.

Wahai Sariputra! Bahkan engkau sendiri

(Sariputra adalah siswa Sravaka yang terkemuka)

memasuki Sutra ini semata-mata berkat

keyakinanmu terhadap Sang Buddha;

Lebih-lebih lagi dengan Sravaka-Sravaka lainnya.

Mereka dapat menerima Sutra ini semata-mata

berkat keyakinannya terhadap ucapan-ucapanKu;

Bukanlah dengan kebijaksanaan mereka sendiri.

Lagi, Sariputra!

Bagi mereka yang berhati angkuh dan lalai;

Janganlah menceramahkan Sutra ini kepadanya.

Bagi mereka yang berkebijaksanaan sekelumit,

dalam-dalam terjerat pada 5 ketamakan,

ketika mendengarnya tidak akan memahaminya.

Janganlah menceramahkan Sutra ini kepadanya.

Bilamana seseorang menolak dan mencela Sutra ini,

maka ia akan merusak bibit KeBuddhaan di seluruh dunia.

Ataupun ia mengerutkan dahinya dengan ragu;

Dengarkanlah karma buruk yang akan ditanggung olehnya.

Baik saat Buddha masih hidup di dunia ataupun sesudah kemokshaannya,

Bilamana seseorang mencela Sutra ini,

menghina, ber iri-hati ataupun membenci

mereka yang membaca, menghafalkan,

menyalin dan menjunjungi Dharma Sutra ini,

maka demikianlah akibat karma buruknya;

Ketika meninggal dunia, ia akan terjerumus ke neraka Avici.

Ia akan berulang kali terlahir kembali disana

hingga berkalpa-kalpa yang tak terhitung lamanya.

Meski telah terbebas dari alam neraka,

ia akan terjerumus lagi ke alam hewan,

menjadi anjing ataupun serigala

yang berbadan kurus, hitam dan berbisulan.

Senantiasa dipermainkan orang-orang;

Mengalami kelaparan dan kehausan yang amat

hingga tulang dan dagingnya kurus ceking;

Seumur hidup tiada henti-hentinya menderita.

Mati pun dikubur dibawah bebatuan.

Karena merusak bibit KeBuddhaan,

ia akan mengalami penderitaan semacam ini.

Jika terlahir menjadi unta ataupun keledai,

ia akan dipaksa memikul beban berat dan dicambuk.

Hanya air dan rerumputan yang dipikirkannya,

tanpa memahami yang lainnya.

Karena ia memfitnah Sutra ini, maka inilah hukumannya.

Ataupun terlahir menjadi serigala

bertubuh nanah dan bermata satu.

Dihina dan disiksa oleh anak-anak hingga mati.

Setelah itu, ia akan terlahir kembali

sebagai ular sepanjang 500 yojana,

tuli, dungu tanpa kaki,

melata dan merayap diatas perutnya;

Dikerumuni dan digigit oleh binatang-binatang kecil,

Siang dan malam tiada henti-hentinya menderita.

Karena memfitnah Sutra ini, maka inilah hukumannya.

Jika mereka terlahir sebagai manusia,

ia akan menjadi bodoh dan dungu.

Ke 6 inderanya tidak normal;

kerdil, pincang, cacat, bungkuk, buta dan tuli.

Ucapannya tidak dipercaya, nafasnya berbau busuk,

dan sering kerasukan iblis dan setan keji.

Miskin, hina, senantiasa diperbudak orang.

Terjangkit berbagai macam penyakit.

Namun tiada seorang pun yang dapat diandalkannya.

Meskipun ia mencari bantuan,

tiada yang akan menghiraukannya.

Apa pun yang diperolehnya akan segera terhilangkan.

Meski mempelajari ilmu ketabiban,

ia tiada akan mampu menyembuhkan penyakitnya sendiri,

lebih-lebih lagi penyakit orang lain,

ia hanya akan menyebabkan kematian pasiennya.

Jika ia terjatuh sakit, tiada seorang pun yang akan merawatnya.

Meski ia pergi berobat,

hal tersebut hanya akan memperburuk kondisi badannya.

Seringkali ia ditipu dan dirampok.

Karena karma buruknya demikian berat,

senantiasa ia tertimpa oleh segala macam malapetaka.

Orang durhaka semacam ini tiada akan

menjumpai Buddha maupun mendengar ajaranNya.

Mereka akan selalu terlahir dalam kesulitan;

Sinting, tuli, bingung, tiada sempat mendengarkan Dharma.

Selama banyak kalpa bagaikan pasir-pasir di Sungai Gangga,

ia akan terlahir tuli, dungu dan berindera cacat;

Senantiasa terlahir di alam sengsara.

Terkadang, ia akan terlahir sebagai

untah, keledai, babi, anjing –

Karena ia mencela Sutra ini, maka inilah hukumannya.

Kalaupun terlahir sebagai manusia,

ia akan menjadi tuli, buta dan dungu;

Terlahir miskin, cacat dan berpenyakitan.

Tubuhnya berbau busuk dan kotor.

Senantiasa dihinggapi oleh kemarahan dan kebencian,

serta hawa nafsu yang tak bermoral,

hingga berhubungan birahi dengan hewan.

Karena ia memfitnah Sutra ini, maka inilah hukumannya.

Wahai Sariputra!

Jika Ku tuturkan hukuman-hukumannya,

sepenuh satu kalpa pun, tiada akan habisnya.

Oleh karenanya, janganlah memaparkannya kepada

orang-orang yang berkebijaksanaan dangkal.

Bagi mereka yang cerdas dan berindera tajam,

berbijaksana dan berpengertian,

terpelajar dan mempunyai daya ingatan yang kuat,

berkehendak mencapai Jalan KeBuddhaan;

Demi orang-orang demikian uraikanlah Sutra ini.

Bagi mereka yang telah menjumpai ratusan ribu koti Buddha,

telah menanam akar-akar kebajikan dihadapan para Buddha tersebut,

bertekad teguh dan kokoh;

Demi orang-orang demikian uraikanlah Sutra ini.

Bagi mereka yang berwelas asih, tekun,

tanpa menghiraukan dirinya sendiri;

Demi orang-orang tersebut uraikanlah Sutra ini.

Bagi mereka yang mempunyai rasa hormat,

tidak menghiraukan hal-hal keduniawian,

menjauhi teman-teman bodoh,

mengasingkan diri di pegunungan hutan;

Demi orang-orang demikian uraikanlah Sutra ini.

Bagi mereka yang menghindari teman-teman sembrono,

bergaulan hanya dengan teman-teman baik;

Demi orang-orang tersebut uraikanlah Sutra ini.

Jika putera-putera Buddha

tekun mentaati sila, murni ibarat permata,

berkehendak memperoleh Sutra Kendaraan Besar;

Demi orang-orang demikian uraikanlah Sutra ini.

Bagi mereka yang penuh ketabahan, tiada pernah marah,

Berwatak lurus, tegak dan jujur,

senantiasa menyayangi segenap mahluk,

takzim menghormati para Buddha;

Demi orang-orang demikian uraikanlah Sutra ini.

Lagi, jika putera-putera Buddha

di tengah-tengah pesamuan besar (orang banyak),

murni dalam pikiran dan batinnya,

dengan berbagai macam sebab musabab,

perumpamaan dan cara bijaksana,

menguraikan Dharma tanpa rintangan;

Demi orang-orang demikian uraikanlah Sutra ini.

Bilamana terdapat para bhiksu

yang menghendaki kebijaksanaan sempurna.

Dengan takzim mengatupkan tangan,

menerima hanya Sutra-Sutra Kendaraan Besar;

Demi orang-orang demikian uraikanlah Sutra ini.

Bagi mereka yang menghendaki Sutra Kendaraan Besar,

seperti menghendaki relik-relik Sang Buddha,

dan kemudian menerimanya dengan penuh rasa syukur,

tiada minat mencari kitab-kitab lainnya.

Demi orang-orang demikian uraikanlah Sutra ini.

Ketahuilah Wahai Sariputra!

Jika Ku tuturkan satu per satu,

mereka yang menghendaki Jalan Buddha,

sepenuh satu kalpa pun, tiada akan habisnya.

Orang-orang demikian dapat meyakini dan memahaminya.

Demi mereka uraikanlah Dharma Sutra Teratai yang menakjubkan ini.